Sabtu, 15 Mei 2010


Analisa Pengontrol Suhu Berbasis Komputer (Pc) (F. Candra dan I. Yasri)
1
PERHITUNGAN BEBAN BATANG HIDROLIK
BUCKET WHEEL LOADER
Nazaruddin & Herisiswanto Lab. Hidrolik dan Pneumatik Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Riau ABSTRAK Peralatan-peralatan dengan beban kerja yang berat (heavy equipment) sangat dibutuhkan manusia untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan yang besar. Wheel Loader merupakan salah satu alat berat yang digunakan untuk pemuatan material ke dalam dump truck atau untuk penimbunan material dari suatu tempat ke tempat lain.Pada tulisan ini dipresentasikan penghitungan beban batang hidrolik pada alat tersebut dengan asumsi kapasistas pengerukan 3 m3. Efek ketahanan tanah pada saat pengerukan juga dihitung.Penghitungan beban dilakukan terhadap batang pengangkat dan penggoyang bucket. Hasil perhitungan gaya-gaya pada silinder hidrolik untuk batang penggoyang bucket 36151 kgf pada sudut batang penggoyang 120o dan untuk batang pengangkat bucket 159443 kgf pada sudut batang pengangkat 80o. Kata kunci : Batang Penggoyang, Batang Penggangkat, Bucket, Kapasistas Pengerukan, Wheel Loader. ABSTRACT People need some heavy equipment to assist large work solution rapidly. Wheel loader is a kind of equipment to raise material into dump truck or to heap material to another place. The paper presents the calculation of hydraulic piston load at the equipment with assumption scraping capacity is 3 m3. Soil resistance effect is also involved in the calculation. Load calculations are conducted on lifters and shaker bucket. Calculation results of forces on hydraulic piston both shaker and lifters is 36151 kgf (with piston angle is120o), 159443 kgf (with piston angle is 80o) respectively. Key words: Bucket, Lifters , Piston , Scraping Capacity, Shaker, Wheel Loader
PENDAHULUAN
Pada saat ini alat-alat berat semakin dibutuhkan untuk membantu mempercepat penyelesaian pengerjaan pada bidang sipil, seperti pembuatan konstruksi gedung, jalan, jembatan, pemindahan material dan lain-lain. Wheel Loader merupakan salah satu alat berat yang digunakan untuk pemuatan material ke dalam dump truck atau untuk penimbunan material dari suatu tempat ke tempat lain (gambar 1). Gambar 1. Wheel Loader Alat angkat Wheel Loader terdiri dari bucket dan batang-batang yang kaku digerakkan untuk mengangkat dan menurunkan bucket. Gerakan batang penggerak merupakan gerakan kinematika, dimana gerakan batang-batang tersebut relatif satu terhadap yang lainnya (lihat gambar 2). Keterangan gambar :
• Posisi 1. Saat bucket pada ketinggian minimum (melakukan pengerukan)..
• Posisi 2. Saat batang pengangkat pada posisi horizontal.
• Posisi 3. Saat bucket pada ketinggian maksimum
• AB, dianggap batang bucket
• AH, batang pengangkat bucket.
• BC, CE, lengan-lengan penggerak bucket
• CE, dianggap batang yang bertumpu pada D
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
2
Gambar 2. Mekanisme equipment loader yang disederhanakan
• EG, batang hidrolik penggoyang bucket.
• FJ, batang hidrolik pengangkat bucket.
• H, J, berada pada rangka kendaraan
• A, B, C, D, E, F, G, H, J, adalah engsel.
• Zo, permukaan tanah,
• Z1, Jarak engsel J dari permukaan tanah.
• Z2, Jarak engsel H dari permukaan tanah.
• Hm, ketinggian maksimum.
• Ho, ketinggian minimum.
Untuk menggerakkan sistem ini dapat digunakan sistim hidrolik atau kabel. Pada wheel loader penggerak yang digunakan adalah sistem hidolik. Pada Wheel Loader terdapat dua jenis silinder hidrolik, yaitu : 1). untuk mengangkat bucket dan 2). penggoyang bucket. Untuk mempermudah analisa maka mekanisme penggerak bucked disederhanakan menjadi 2 bagian, yaitu : bagaian pengangkat bucket (AFHJ) dan bagian Penggoyang bucket (ABCDEG), mekanisme ini dibagi lagi menjadi dua yaitu: ABCD dan DEG terlihat pada Gambar 3.
Gaya-Gaya Batang
Gaya yang bekerja bekerja pada batang-batang penggerak terdiri dari beban muatan dan gaya gesek sambungan batang. Analisa gaya dilakukan pada semua batang mekanisme dan pada beberapa batang dan bucket (seperti gambar 1) agar mendapat beban maksimum yang diinginkan, kemudian dapat menentukan ketebalan silinder (actuator) hidrolik yang ada(4). Untuk menentukan lintasan, gerakan, gaya dan kekuatannya dilakukan Pada tulisan ini dilakukan analisa dan yang dapat menghasilkan ukuran batang yang sesuai dengan yang diinginkan. Gaya gaya yang terjadi akibat dari :
1. Berat muatan dan batang (grafitasi)
VW. (kgf)
2. Perlawanan tanah(1).
xAkFh1 (kg) xAkFv2 (kg) 22)()(FvFhTt
3. Gaya luar pada batang
4. Gaya Resultan
Selisih gaya yang bekerja pada suatu sistem (Keseimbangan gaya-gaya) dengan W =Berat,  = massa jenis, V = volume, Fh = gaya tahanan tanah horizontal Fv = gaya tahanan tanah vertikal
Sistem Hidrolik
Sistem hidrolik bekerja karena adanya daya dari mesin yang diteruskan secara mekanis, elektris atau hidrolis. Sistem hidrolik adalah sistem daya yag menggunakan fluda kerja cair. Besaran utama dalam sistem ini adalah tekanan dan aliran fluida. Tekanan menghasilkan daya dorong, sedangkan aliran menghasilkan gerakan atau kecepatan aliran. Rumus dasar dari hidrolik adalah(8): Tekanan : FDAFP24
AABDACCGBDDEEFGHJ Gambar 3. Mekanisme ekivalen equipment loader
Analisa Pengontrol Suhu Berbasis Komputer (Pc) (F. Candra dan I. Yasri)
3
Kapasitas Alir (debit) vDvAQ.4.2 dimana P = tekanan, D =diameter saluran, F = gaya, Q = kapasitas alir, v = kecepatan Komponen-komponen sistem hidrolik terdiri dari batang-batang pengangkat beserta silinder hidroliknya (actuator) lihat gambar 4, pompa, katup-katup, pipa/hose, fluida , filter, tanki dan lain-lain(5).
Pemilihan ukuran silinder hidrolik mempertimbangkan : bentuk kendaraan, kontruksi alat kerja, ruang yang tersedia, panjang jarak angkat dan faktor ekonomis. Selain itu harus memperhatikan : tenaga, daya penggerak, tekanan dan beban.
METODE DAN BAHAN
Untuk mendapatkan gaya-gaya pada batang silinder hidrolik dengan langkah sebagai berikut:
1. Memilih kapasitas bucket loader.
2. Menentukan ketinggian angkat maksimum dan minimum.
3. Menentukan sudut yang dapat dilakukan oleh bucket.
4. Menentukan posisi pin-pin.
Untuk mendapatkan dimensi komponen sistem hidrolik
1. Menentukan gaya-gaya dan beban pada batang.
2. Menentukan kekuatan batang.
Gaya yang bekerja bekerja pada pada batang-batang penggerak terdiri dari beban muatan dan gaya gesek sambungan batang. Analisa gaya dilakukan pada semua batang mekanisme dan pada beberapa batang dan bucket (seperti gambar 2) agar mendapat beban maksimum yang diinginkan, kemudian dapat menentukan ketebalan silinder (actuator) hidrolik yang ada(4). Perhitungan Gaya-gaya Batang Variabel-variabel yang ditentukan sesuai dengan yang diinginkan (diasumsikan sesuai referensi) : Pada mekanisme penggangkat bucket (5) :
1. Ketinggian angkat (A1-A3 = hm-ho)
= 3,6 m
2. Ketinggian minimum batang pengangkat = 0,2 m
3. Sudut angkat maksimum = 80o
4. Panjang batang A-H = 2,8 m
5. Posisi engsel F ( ½ AH) = 1,4 m
6. Ketinggian engsel H dari tanah (Z2)
= 2,0 m
7. Letak engsel J dari tanah (Z1) = 1,1 m
Pada mekanisme penggoyang bucket 1. Panjang batang bucket (A - B)= 0,5 m 2. Sudut ungkit = 25o 3. Sudut pembuangan = 45o 4. Sudut pengerukan = 10o 5. Letak engsel G pada batang angkat dari H = 0,4 m. 6. Jarak A-D = 1,2 m Berat Beban
1. Berat Batang-Batang (kg)
Batang AH ( W1) = 950,25 kg. Batabg BC (W2) = 18, 43 kg Batang CE (W3) = 57, 35 kg Batang Penumpu D (W4) = 141, 82 kg Batang penumpu G (W5) = 98,49 kg. Batang Pengangkat bucket (W6) = 400,49 kg. Batang penggoyang bucket (W7) =151,60 kg. Berat Fluida kerja =39,68 kg Berat total batang dan isinya= 1853,11 kg. 2. Berat Bucket = 1850 kg. 3. Berat muatan, Pada saat penimbunan : (Wmt)= 5160 kg Pada saat penggalian: (Wms) = 4190 kg. Gaya pada bucket dan muatan : - saat penimbunan = 7010 kg - saat pengerukan = 6050 kg Gaya gaya yang terjadi akibat dari : 1 Berat muatan dan batang (gravitasi) 2. Perlawanan tanah. 3. Gaya luar pada batang.
Gambar 4. Silinder Hidrolik
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
4
Untuk mempermudah analisa gaya-gaya pada batang dengan menggangap batang diam, gesekan pada engsel diabaikan dan batang-batang terlepas satu dengan yang lainya, kemudian membuat diagram benda bebas untu setiap posisi batang (1,2 dan 3) dan dengan menerapkan keseimbangan gaya(3).
Gaya tahanan tanah
Posisi kesetimbangan gaya-gaya pada bucket pada saat pengerukan tanah seperti pada gambar 5.
Tahanan tanah horizontal = tahanan tanah spesifik matrial x luas penampang tanah yang dikeruk. Fh = k1 x A (1) = 3350 kg Tahanan tanah pada arah vertikal : Konstanta bentuk pisau bucket x kedalaman tanah = k x A Fv = k2 x Fh (1) = 1675 kg Tahanan tanah total : 2 2 Tt  (Fh)  (Fv)
= 3745 kg. Arah gaya tahanan tanah ( β ) = arc tg (Fv/Fh) = 153,435o Perhitungan gaya-gaya pada batang lainnya saling berhubungan dan akhirnya ditabulasikan seperti tabel gaya normal pada batanghidrolik Tabel 1. Beban pada batang hidrolik penggoyang bucket(EG) dan batang hidrolik pengangkat bucket(FJ)
Sudut Batang
Gaya Normal ( kgf)
AH (θ)
AB (α)
EG
FJ
75
8894
52083
0
90
10305
29032
125
27458
37759
40
60
5096
42300
90
14900
27729
120
24431
1568
80
60
7975
67193
90
22467
94469
120
36151
159443
Dimensi Silinder (Actuatotor) Hidrolik Pemilihan ukuran silinder hidrolik mempertimbangkan bentuk kendaraan, kontruksi alat kerja, ruang yang tersedia, panjang jarak angkat dan faktor ekonomis. Selain itu harus memperhatikan : tenaga, daya penggerak, tekanan dan beban. Pada Wheel Loader terdapat dua jenis silinder hidrolik, yaitu : 1). untuk mengangkat bucket dan 2). penggoyang bucket. Bagian-bagian silinder hidrolik : tabung silinder, batang piston, piston, ring (seal), penutup serta baut dan mur sebagai penguat.
Diameter Piston
Diameter batang piston menggunakan rumus kolom Euler : dp =( 64. I/ π )¼ (10). I : momen inersia penampang batang I = (PCr . Le2/ π E2) (10) PCr : Beban kritis batang ( maksimum) = Fm x SF Le : Panjang batang yang telah dikoreksi E = 21.103 dp 1 = 104,5 mm dp 2 = 74,4 mm Setelah didapat diameter batang piston, dari tabel BS 5785 tahun 1980 (9) dipilih: dp 1 = 125 mm, dp 2 = 100 mm, dan diameter silinder merupakan pasangannya, maka dipilih: D1 = 220 mm, D2 = 160 mm.
Gambar 5. Gaya reaksi beban material
Analisa Pengontrol Suhu Berbasis Komputer (Pc) (F. Candra dan I. Yasri)
5
Tekanan pada silinder
P = (4.Fm/π D2) (9) P1 = 205 kg/cm2 P2 = 180 kg/cm2
Tebal silinder
t = (Di /2) x (σs + P)/(σs P) ½ (4)
σs : tegangan perencanaan (σB/SF) sehingga : t1 = 29,6 mm, dipilih 30 mm t2 = 22 mm. Do1 = 280 mm Do2 = 204 mm.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Batang-batang yang paling kritis terhadap beban-beban kerja pada mekanisme Wheel Loader ini adalah batang penggoyang bucket dan batang pengangkat bucket.
2. Hasil perhitungan gaya-gaya pada silinder hidrolik pada tulisan ini dengan kapasitas bucket 3 m3 untuk batang penggoyang bucket 36151 kgf dan untuk batang pengangkat bucket 159443 kgf terjadi pada sudut batang pengangkat 80o dan sudut batang penggoyang 120o.
3. Dimensi untuk komponen wheel loader piston hidrolik untuk pengangkat (1) dan penggoyang (2) berturut-turut adalah diameter piston dp 1 = 125 mm, dp 2 = 100 mm dan diameter silinder D1 = 220 mm, D2 = 160 mm serta tebal silinder t1 = 30 mm dan t2 = 22 mm.
Saran
1. Untuk mendapatkan hasil gaya-gaya pada batang hidrolik secara akurat dapat dicoba atau dibandingkan dengan hasil eksak hasil pengukuran nyata seperti dengan strain gauge
2. Hasil tekanan hidrolik juga dapat dilakukan dengan pengukuran langsung atau dengan melakukan cross cek dengan hasil pengukuran seperti saran no. 1.
DAFTAR PUSTAKA
Abrasimov. K., Kateyev. F., Bromberg. A., 1982, Road Making Machinery, Mir Publisher, Moskow Cowie A., Kinematics and Design of Mechanisms, International Text Book Co., Scranton Pensylvania, USA, 1962. Holowenko A.R., Dinamika Permesinan, Erlangga, Jakarta, 1985. Holzbock. W.G., Hydraulics Power and Equipment, Eoton Yale Inc., New York, 1967. Komatsu, Spesification and Aplication Handbook, Japan, 1989. Martin G., Kinematika dan Dinamika Teknik, Erlangga, 1985. Niemann. G., Machine Element Vol I., Springer-Verlag, Berlin, Heidenberg. Oster J., Basic Aplied Fluid Power, Mcgraw-Hill Co., New York, 1969. Pinches M.J., Ashby J.G., Power Hidraulics, Prentise Hall, New York, 1966. Pytel. A., Singer P.R., Kekuatan Bahan, Erlangga, Jakarta, 1985
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
6
ANALISA PENGONTROL SUHU BERBASIS KOMPUTER (PC) DENGAN MENGGUNAKAN KARTU PERANTARA BYTRONIC MPIBM6 Feri Candra & Indra Yasri Fakultas Teknik, Universitas Riau ABSTRAK Tulisan ini menyajikan sebuah analisa untuk memonitor kinerja dari sebuah perangkat pengontrol suhu. Pada penelitian ini dilakukan studi analitis dari sebuah perangkat pengontrol suhu yang mendasari teknologi pengontrol suhu yang banyak digunakan saat ini, yaitu pengontrol suhu berbasis komputer (PC) dengan menggunakan kartu perantara Bytronic MPIBM6. Untuk itu perlu dijabarkan komponen-komponen terkait didalam perangkat ini seperti rangkaian sensor suhu, rangkaian pemanas, rangkaian pengkonversi analog ke digital dan rangkaian kartu perantara Bytronic MPIBM6. Kemudian menganalisa variabel-variabel masukan dari rangkaian tersebut yang nantinya akan mempengaruhi kinerja dari perangkat pengontrol suhu ini. Hasil dari analisa ini nantinya dapat menjadi acuan untuk meningkatkan keakuratan perangkat pengontrol suhu yang akan dirancang. Kata kunci: Kartu Perantara, Pemanas, Pengkonversi Analog Digital, Sensor Suhu. ABSTRACT Result of study investigating about analysis of a temperature controller performance monitoring. This research perform analytical study for a temperature controller equipment which is a fundamental of recently temperature control technologies that is temperature controlled by computer using Bytronic MPIBM6 interface card. It’s necessary to describe related component in this equipment such as temperature sensor circuit, heater circuit, analog digital converter and Bytronic MPIBM6 interface card circuit. Then, to analyze input variables from related circuit which influence performance of this temperature controller. The result of analysis can be a reference to improve accuracy of temperature controller equipment that will be design. Key words : Analog Digital Converter, Heater, Interface Card, Temperature Sensor.
PENDAHULUAN Pengontrol suhu yang banyak digunakan pada teknologi yang digunakan sehari-hari, salah satu contohnya adalah perangkat inkubator untuk bayi yang baru lahir khususnya kelahiran prematur untuk itu diperlukan pengontrol suhu yang bekerja pada suhu tertentu. Masalahnya bagaimana supaya alat ini dapat bekerja dengan akurat dan dapat menjaga suhu tidak melonjak atau anjlok secara drastis, jika hal ini tidak dapat dijamin akan berakibat fatal pada bayi. Untuk itu diperlukan suatu analisa unsur-unsur yang ada pada perangkat pengontrol suhu tersebut dan dengan analisa tersebut kita dapat menjamin perangkat pengontrol suhu akan bekerja dengan akurat.
Masalah yang ingin diteliti disini adalah menganalisa prinsip kerja serta karakteristik dari rangkaian-rangkaian yang ada di dalam pengontrol suhu. Dalam penelitian ini digunakan dasar pengontrolan suhu yang berbasis komputer dengan menggunakan kartu perantara bytronic MPIBM6. Analisa dilakukan terhadap rangkaian-rangkaian yang terkait dengan pengontrolan ini seperti rangkaian sensor suhu, rangkaian pemanas, rangkaian Analog Digital Converter (ADC) dan rangkaian kartu perantara Bytronic MPIBM6. Kemudian analisa dilanjutkan dengan pengujian perangkat Bytronic dan membandingkan hasilnya dengan pengujian perangkat Fluke Calibrator. Dan terakhir membandingkan antara grafik perubahan temperatur dengan menggunakan program perangkat lunak
Analisa Pengontrol Suhu Berbasis Komputer (Pc) (F. Candra dan I. Yasri)
7
Bytronic dan grafik perubahan temperatur dengan menggunakan perangkat DeLorenzo x-y recorder. Rangkaian Sensor Suhu Sensor suhu yang digunakan pada papan aplikasi adalah sebuah sensor suhu yang akurat dengan tipe LM335Z. Prinsip kerja sensor ini sama dengan prisip kerja dioda zener. Perangkat sensor ini memiliki sebuah tegangan breakdown yang langsung proporsional ke suhu mutlak. Rangkaian yang digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 1. Rangkaian Sensor Suhu Sensor suhu ditempatkan berdekatan dengan pemanas dan ditekankan untuk digunakan dengan perangkat tersebut untuk menghasilkan sebuah sistim pengaturan suhu rangkaian tertutup. Rangkaian suhu digunakan dengan perangkat pengkonversi analog ke digital (ADC) untuk menghasilkan sebuah 8 bit kata yang dapat diinterpretasikan dengan komputer mikro. Perangkat pengkonversi analog ke digital (ADC) mengoperasikan dengan sebuah tegangan skala penuh dengan interval 0-5V, sehingga sebuah penguat dengan faktor penguatan 5 telah termasuk untuk menggambarkan keluaran dari sensor suhu ke interval tegangan ini. Rangkaian ADC0804 Rangkaian ADC yang digunakan pada penelitian ini adalah ADC0804 seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini : 1234567891020191817161514131211CSRDWREOC5 VLSBKe Port Masukan MPIBM 6MSBVinDari keluaranRangkaian sensor temperaturR42 10KR41 4K7C7 150PFVR4 10KGambar 2. Rangkaian ADC0804 Rangkaian ADC0804 adalah sebuah pengubah aproksimasi suksesif 8 bit yang telah dikonfigurasikan untuk dapat dihubungkan secara langsung ke komputer. Rangkaian Pemanas (Heater) Rangkaian yang digunakan pada papan aplikasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini : OutputPort Gambar 3. Rangkaian Pemanas Pemanas adalah sebuah perangkat yang memiliki karakteristik daya sebesar 6 watt dengan tahanan vitreous 68 ohm. Sebuah tegangan dipasok 12V yang digunakan untuk menghasilkan daya yang diminta agar pemanas dapat menjadi panas. Hal itu dapat dilihat dari perhitungan dibawah yang mana sebuah pasokan tegangan 5 V tidak mencukupi untuk menghasilkan daya yang memadai untuk pemanas menjadi panas. Daya didefenisikan sebagai I2R. Dengan 12V arus dapat dihitung dengan menggunakan hukum ohm sebagai berikut : RVI 6812I I =0.176A Daya yang dihasilkan dengan tahanan sehingga : 68176.022xxRIP Daya=2.1 Watts Sekarang arus dihasilkan dengan pasokan 5V 605I I = 0.073 A
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
8
Maka daya dapat dihasilkan : 68073.02x = 0.36 Watts Sistim Kendali ON-OFF Penyetelan sebagai pengaturan didalam rantai tertutup dari jumlah keluaran yang bervariasi pada sebuah interval nilai tertentu dan mengacu pada sebuah hukum tertentu. Penyetelan selesai ketika nilai yang diasumsikan sebagai acuan telah tercapai dan dapat dijaga konsistensinya. Dan sehingga pada penyetelan rangkaian tertutup, nilai variabel yang merupakan objek dari penyetelan tergantung pada nilai dari variabel yang dikontrol dan pada keseluruhan nilai yang berkaitan dengan sistim. Terdapat tipe-tipe penyetelan yang berbeda mengacu pada tipe pengaturan yang ingin didapat. Pertimbangkan sebuah rangkaian penyetelan secara umum, indikasikan dengan e(t) banyaknya keluaran dari total simpul dan sehingga banyaknya masukan ke pengatur (kesalahan sinyal) dan dengan u(t) variabel dari pengaturan keseluruhan. Hal ini disebut dengan on-off (hidup – mati) penyetelan yang memiliki dasar pada operasi sebuah perangkat hanya pada kondisi ON atau kondisi OFF. Dengan gambar skema sebagai berikut : SystemTransducerr(t)y(t)u(t)e(t)+_ Gambar 4. Skema sistem kendali ON – OFF Dimana : r(t) = sinyal acuan luar e(t) = sinyal error = r(t) – x(t) satu bagan masukan hysteresis y(t) = sinyal masukan ke sistim u(t) = keluaran sistim dan masukan dari bagan reaksi Metoda ON-OFF digunakan ketika tidak diperlukan keakuratan yang mendalam pada tampilan dan dengan suhu yang bervariasi.
Bagan hysteresis (diperlukan dari fakta : pada pengaturan suhu terdapat elemen suhu yang tidak linear dan sehingga subjek menuju fenomena hysteresis) adalah realisasi biasa dengan sebuah penguat. Keluaran y(t) dari bagan hysteresis memiliki sebuah kecendrungan grafik sebagai berikut : y(t)TTmaxTmin0 Gambar 5. Grafik keluaran fungsi y(t) Dimana, Tmin = nilai suhu minimum Tmax = nilai suhu maksimum Untuk nilai TTmax dicapai ketika keluaran y(t) mengasumsikan kondisi OFF dan penurunan suhu sampai nilai-nilai lebih rendah dari minimum threshold Tmin. Penurunan suhu yang diakibatkan oleh pendinginan ruangan, pemicu masih melakukan peningkatan dari y(t) pada kondisi ON dan seterusnya, berawal dari cara ini siklus dari hysteresis. Kecendrungan suhu terhadap waktu, direkam pada keluaran dari pengatur ON-OFF, seperti yang diperlihatkan dibawah : TmaxTminTt0 Gambar 6. Grafik perubahan temperatur Vs waktu Kartu Perantara Bytronic MPIBM6 Kartu Perantara Bytronic MPIBM6 berfungsi untuk menterjemahkan perintah yang diberikan oleh program yang ada di komputer kepada instrumen yang akan dikontrol.
Kartu perantara Bytronic MPIBM6 dirancang untuk hampir seluruh tingkatan tinggi dan rendah bahasa pemprograman yang digunakan untuk menulis program pengontrolan. Bahasa pemprograman yang terkenal seperti BASIC untuk DOS, Delphi
Analisa Pengontrol Suhu Berbasis Komputer (Pc) (F. Candra dan I. Yasri)
9
dan C dapat digunakan sejalan dengan bahasa pembentuk dan bahasa mesin. Berikut ini beberapa karakteristik yang dimiliki oleh kartu perantara MPIBM6 :
 Memiliki 8255 Programmable Peripheral Interface (PPI) yang menyediakan 24 jalur masukan / keluaran digital yang dapat dikonfigurasi.
 Memiliki 8253 Counter/Timer Circuit (CTC) yang menyediakan 3-16 bit counters/timers.
 Memiliki 8 Channel 8 bit Analogue to Digital Converter (ADC)
 Memiliki 2 Channel 8 bit Digital to Analogue Converter (DAC)
Gambar 7. Kartu Perantara Bytronic MPIBM6 Untuk lebih jelas mengenai konfigurasi dari kartu perantara diatas berikut pengalamatannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1. Pengalamatan kartu perantara MPIBM 6
IC
Base Plus
Pembacaan
Penulisan
8253 Counter / Timer
0 1 2 3
Read Counter 0 Read Counter 1 Read Counter 2
Write Counter 0 Write Counter 1 Write Counter 2 Write Mode/Control
8255 PPI
4 5 6 7
Read Port A Read Port B Read Port C
Write Port A Write Port B Write Port C Write Mode/Control
DAC A
8
Write 8 bits to DAC A
DAC B
12
Write 8 bits to DAC B
ADC
16
Read ADC Data (8 bits)
Start Conversion Data=Channel Number
ADC End of Conver-sion
20
Read End of Conversion 1=Busy 0=EOC
Kartu perantara bytronic MPIBM6 dilengkapi dengan program perangkat lunak yang interaktif dan semua fasilitas yang ada pada kartu perantara bytronic MPIBM6 ini ditampilkan dalam bentuk lembar-lembar kerja berikut dengan tampilan grafik dari hasil pengamatan. Didalam penelitian ini salah satu fasilitas dari kartu perantara bytronic MPIBM yang digunakan adalah 8255 Digital Input/Output Port. Pada layar Digital I/O dapat dilakukan perubahan status dari tiap port dan tampilan pengaturan kata yang sesuai dengan ketentuan. Ketika port diatur sebagai sebuah port keluaran, dapat dilakukan perubahan data pada port dengan memasukkan sebuah nilai baru atau pengaturan terpisah per bit pada kata keluaran.
Ketika port diatur sebagai port masukan, nilai dapat dibaca dari port dan ditampilkan sekaligus dalam desimal (or hex) dan format biner. Gambar 8. Tampilan pengaturan kartu Bytronic MPIBM6 Bahasa Pemrograman Delphi Delphi merupakan perangkat pengembangan aplikasi yang sangat terkenal di lingkungan Windows. Dengan menggunakan perangkat lunak ini dapat dibangun berbagai aplikasi Windows dengan cepat dan mudah. Dengan pendekatan visual dapat membuat aplikasi yang canggih tanpa banyak menuliskan kode. Delphi menggunakan bahasa objek pascal sebagai bahasa dasar. Komponen-komponen yang mendasar pada pemrograman Delpi adalah sebagai berikut :
 Pengenal (Identifier)
 Tipe data ( Integer, Karakter, Boolean, Real dan String)
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
10
 Konstanta (Bilangan bulat, Bilangan Ril, Karakter, String dan Boolean)
 Variabel
 Struktur Program
 Aplikasi Konsol
 Pemberian Nilai ke Variabel.
METODA PENELITIAN Metoda penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :
A. Mempersiapkan perangkat keras dan perangkat lunak.
Dalam penelitian ini dipersiapkan perangkat keras dan lunak dengan penyetelan-penyetelan yang disesuaikan dengan kebutuhan selama dalam melakukan penelitian.
B. Melakukan pengujian bagian-bagian dari perangkat keras.
Hal-hal yang dilakukan dalam pengujian perangkat keras ini :
 Pengujian rangkaian sensor suhu
 Pengujian rangkaian pemanas
 Pengujian rangkaian ADC
 Pengujian rangkaian kartu perantara MPIBM6
C. Melakukan pengujian keseluruhan sistem dengan membandingkan dengan alat ukur standar yaitu Fluke Calibrator.
D. Menganalisa hasil kerja alat dan pengujian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Diagram blok sistem
Didalam penelitian ini sistem kendali suhu berbasis komputer yang dirancang memiliki diagram blok seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini : PEMANASKartu perantaraMPIBM6ADCRangkaianSensor SuhuKomputer Pribadi (PC) Gambar 9. Diagram blok sistem pengontrol suhu berbasis komputer
Pengujian Rangkaian
Pengujian perangkat keras yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian rangkaian sensor suhu, ADC dan kartu perantara MPIBM6 yang dilakukan secara serentak dengan membentuk sebuah sistem alat ukur suhu. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rangkaian-rangkaian tersebut telah bekerja secara benar. Peralatan yang digunakan selama pengujian ini adalah sebagai berikut
1. Kalibrator merk Fluke
2. Komputer pribadi (PC)
3. Multimeter Digital merk Fluke
4. Rangkaian sensor suhu, ADC, pemanas dan Kartu MPIBM6
Adapun langkah-langkah didalam pengujian adalah sebagai berikut
1. Menghubungkan rangkaian seperti yang ditunjukan pada gambar 5.1
2. Memastikan tegangan sumber 12 V ke rangkaian dengan multimeter digital.
3. Me-run program uji. Tampilan
pertama program uji dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 10. Tampilan program uji
4. Menempatkan sensor suhu alat kalibrator di dekat pemanas.
5. Membuat pemanas bekerja, dengan memilih icon pemanas on pada program uji.
6. Mencatat hasil pembacaan suhu pada layar komputer dan kalibrator.
Hasil pembacaan suhu yang didapat ditampilkan dalam bentuk grafik dengan program exel sebagai berikut :
Analisa Pengontrol Suhu Berbasis Komputer (Pc) (F. Candra dan I. Yasri)
1 1
Grafik hasil pengujian PC dan Fluke Calibrator01020304050607080Waktu(detik)102030405060708090100110120130140PC ( º C )Fluke ( º C ) Gambar 11. Grafik hasil pengujian PC dan Fluke Calibrator
Dari hasil grafik terlihat bahwa bentuk kurva hasil pembacaan pada layar komputer dengan fluke kalibrator tidak jauh berbeda. Dengan ini menunjukan rangkaian sensor suhu, ADC, Heater dan kartu perantara MPIBM6 telah bekerja dengan baik. Pengujian step response dari sistem / plant Pengujian step response ini bertujuan untuk mendapatkan tanggapan sistem terhadap sinyal masukan step. Dengan pengujian ini respon bisa diperoleh persamaan pendekatan dari suatu sistem yang akan dikendalikan. Peralatan yang digunakan selama pengujian ini adalah sebagai berikut
1. Rangkaian sensor suhu, ADC, Kartu MPIBM6
2. Komputer
3. X-Y Recorder merk De Lorenzo
Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut
1. Menghubungkan keluaran rangkaian sensor suhu dengan masukan
X-Y Recorder.
2. Men-run program uji dan kemudian mengaktifkan Pemanas.
3. Merekam hasil pembacaan pemanas suhu pada kertas grafik X-Y Recorder. Gambar 12. X-Y Recorder Hasil pada kertas grafik terlihat bahwa bentuk kurva adalah kurva fungsi eksponensial dengan suhu maksimum yang bisa dihasilkan adalah 80 C (dapat dilihat pada lampiran).
Pengujian sistem kendali suhu berbasis computer
Didalam pengujian sistem ini perangkat keras tersebut diinteragrasikan dengan perangkat lunak dalam hal ini berupa program pengendalian suhu yang berkerja secara bersamaan. Perangkat lunak telah dirancang dengan bahasa pemrograman Delphi. Listing program dapat dilihat pada lampiran. Pada layar komputer akan menampilkan hasil kerja dari proses pengendalian sehingga dapat diketahui bahwa proses pengendalian suhu telah bekerja. Pada layar akan terlihat grafik suhu terhadap waktu dan suhu maksimum dan minimum yang diinginkan. Kerja pengendali akan terlihat pada tampilan tersebut secara Real Time. Peralatan yang digunakan selama pengujian ini adalah sebagai berikut
1. Komputer
2. Rangkaian sensor suhu, ADC, Kartu perantara MPIBM6.
3. Kalibrator merek Fluke.
Langkah-langkah selama pengujian ini adalah sebagai berikut
1. Menghubungkan semua sistem sesuai dengan dengan diagram blok yang telah dijelaskan pada awal bab ini.
2. Me-run program pengendali suhu.
3. Menentukan suhu Tmak dan Tmin.
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
12
4. Merekam hasil grafik proses pengendalian pada layar dengan fasilitas perekam pada windows.
Hasil pengujian terhadap beberapa kondisi atau harga sampel dapat dilihat sebagai berikut :
1. Kondisi pengujian adalah
 Tmin = 40 º C
 Tmak = 45 º C
 Suhu awal = 35 º C
Grafik hasil proses pengendalian adalah sebagai berikut : Gambar 13. Grafik suhu pada Tmin = 40ºC dan Tmak= 45ºC Dari hasil grafik terlihat bahwa suhu naik dari 35 C menuju 45 C secara eksponensial. Ketika suhu 45 C sudah terlewati, pengendali bekerja untuk mematikan pemanas beberapa saat dan kemudian hidup kembali sehingga pada grafik terlihat sistem sedikit berosilasi. Setelah itu suhu menjadi stabil disekitar titik 42 C. Osilasi tersebut menunjukan proses pengendali On-Off telah bekerja.
2. Kondisi pengujian adalah
 Tmin = 45 C
 Tmak = 47 C
 Suhu awal = 40 C
Grafik hasil proses pengendalian adalah sebagai berikut : Gambar 14. Grafik suhu pada Tmin = 45ºC dan Tmak= 47ºC Pada pengujian ini dibuat perbedaan nilai Tmin dan Tmak sebesar 2 C. Pada grafik terlihat terlihat suhu mulai naik dari 40 C secara eksponensial menuju 47 C. Ketika suhu sudah mencapai dan melebihi 47, pengendali mematikan pemanas beberapa saat dan kemudian dihidupkan kembali sehingga pada grafik terlihat ripple kecil. Selanjutnya suhu cenderung bertahan pada nilai 46 C.
3. Kondisi pengujian adalah
 Tmin = 45 C
 Tmak = 46 C
 Suhu awal = 38 C
Grafik hasil proses pengendalian adalah sebagai berikut : Gambar 14. Grafik suhu pada Tmin = 45ºC dan Tmak= 46ºC Pada grafik diatas terlihat perbedaan yang cukup mencolok dengan pengujian-pengujian sebelumya. Suhu cenderung pada pada 45 dan 46 C. Ripple atau osilasi yang dihasilkan cukup tinggi dengan puncak bisa mencapai 50 C. Dengan sempitnya jarak Tmin dan Tmak maka hidup dan matinya heater begitu seringnya terjadi saat proses kompensasi berlangsung.
Pembahasan Program
Pada pembahasan program ini dijelaskan cara kerja program pengendali On-Off yang diimplementasikan dengan Borland Delphi. Dibawah ini diperlihatkan sub program pengendali dalam bentuk prosedur-prosedur procedure TfrmLabFour.btnAutomaticClick(Sender: TObject); begin if btnAutomatic.Caption='Automatic' then
Analisa Pengontrol Suhu Berbasis Komputer (Pc) (F. Candra dan I. Yasri)
1 3
begin btnAutomatic.Caption:='Manual'; Auto:=True; btnHeater.Enabled:=False; btnMotor.Enabled:=False; Max.Enabled:=True; Min.Enabled:=True; Mode' end else begin btnAutomatic.Caption:='Automatic'; Auto:=False; btnHeater.Enabled:=True; btnMotor.Enabled:=True; SetMotor(btnMotor.Caption='Motor: Off'); SetHeater(btnHeater.Caption='Heater: Off'); Max.Enabled:=False; Min.Enabled:=False; end; end; Prosedur program diatas berfungsi untuk pemilihan modus operasi. Ada dua modus operasi yaitu modus manual atau otomatis. Aktivasi pemanas dan fan bisa dilakukan secara langsung. Pada pengujian response step pada penjelasan sebelumnya dijalankan pada modus manual ini. Penggantian modus-modus tersebut dapat dilakukan dengan mengarahkan cursor pada tombol yang ada pada user interface program. Prosedur yang berikut ini adalah sub program untuk mengaktivasi pemanas. procedure TfrmLabFour.btnHeaterClick(Sender: TObject); begin KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dari hasil analisa pengujian rangkaian pengontrol suhu berbasis komputer (PC) dengan kartu perantara Bytronic MPIBM6 yang dilakukan di laboratorium Mikroprosesor Prodi Elektro Fakultas Teknik Universitas Riau dapat disimpulkan :
1) Tingkat akurasi pembacaan sensor suhu dengan menggunakan perangkat Bytronic yang dikontrol dengan komputer sangat baik, hal ini dapat dilihat dari perbandingan dengan pembacaan sensor dari Fluke Calibrator yang menunjukkan angka yang hampir sama.
2) Pengontrolan suhu yang ditunjukkan oleh sistem pengontrol suhu berbasis komputer (PC) dengan menggunakan kartu perantara Bytronic MPIBM6 sangat baik, hal ini ditunjukkan oleh hasil grafik pada komputer yang hampir sama dengan hasil grafik pada alat X-Y Recorder.
Saran Pada kesempatan ini peneliti memberi beberapa saran untuk perbaikan dan pengembangan :
1) Sebelum melakukan pengujian lakukan kalibrasi pada Multi Aplication Board untuk menyamakan kondisi awal dengan Fluke Calibrator.
2) Pengontrolan suhu dapat juga dilakukan dengan perangkat Microcontroller untuk mendapatkan hasil yang sama.
DAFTAR PUSTAKA Patrick H. Garrett, 1987,“Computer Interface Engineering for Real-Time Systems, A Model-Based Approach”, Prentice-Hall, INC, Englewood Cliffs, N.J. 07632. Willis J.Tompkins, John G.Webster, 1988, “Interfacing Sensors to The IBM PC”, Prentice-Hall, INC, Englewood Cliffs, N.J. 07632. Charles L. Phillips, H. Troy Nagle, 1995, “Digital Control System Analysis and Design”, Prentice-Hall, INC, Englewood Cliffs, N.J. 07632. Michael Kheir, 1997, “The M68HC11 Microcontroller, Application in Control, Instrumentation and Communication”, Prentice-Hall, INC, Englewood Cliffs, N.J. 07632.
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
14
Anonim, 1997, “Documentation for the Bytronic PC Interfaces”, Version 2.0, Bytronic International, Ltd.
Abdul Kadir, 2001, “Dasar Pemrograman Delphi 5.0”, Penerbit Andi Yogyakarta
Studi Simulasi Pengaruh Panas Konduktor Terhadap Tegangan Tarik Andongan (Liliana)
1 5
STUDI PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN DAN ALAT PELINDUNG PERNAFASAN TERHADAP KELELAHAN MENTAL OPERATOR WINDING(STUDI KASUS DI PT. SUMATEX SUBUR) Merry Siska Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Suska Riau Email: merrysiska@yahoo.com ABSTRAK Sistem kerja dan lingkungan kerja harus dirancang dan disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Salah satu faktor yang mempengaruhi manusia dalam melaksanakan pekerjaannya adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang tidak baik yang ditemui di Unit Produksi Winding PT. Sumatex Subur adalah kebisingan yang tinggi dan sirkulasi udara yang udara yang tidak baik. Kebisingan yang tinggi disebabkan oleh proses operasi mesin winding yang terbuat dari material yang keras, sedangkan sirkulasi udara yang tidak baik disebabkan oleh kurangnya ventilasi udara padahal debu benang sisa hasil pemintalan benang tidak seluruhnya dapat disedot oleh alat penghisap debu yang ada di mesin winding. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan studi pengaruh penggunaan alat pelindung pendengaran dan penggunaan alat pelindung pernafasan terhadap kelelahan mental operator mesin winding. Kriteria yang digunakan untuk pengukuran kelelahan mental dengan menggunakan metode SWAT (Subjective Workload Assesment Technique). Berdasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan dari penggunaan alat pelindung pendengaran dan penggunaan alat pelindung pernafasan terhadap kelelahan mental operator mesin winding. Kata kunci : Alat Pelindung Pendengaran, Alat Pelindung Pernafasan, Beban Kerja Mental, Kebisingan, Operator, Sirkulasi Udara.
ABSTRACT The work design and the work environtment must be designed and adjusted with the human’s ability and limitation. One of the factor that influence the human in doing his work is the work environment. The bad work environment which is find in PT. Sumatex Subur is high noise and the bad air circulation. The high noise is caused by the process of the winding machine that made from strong materials, and the bad air circulation is caused by the low numbers of air ventilation although not all of the cones dust from the winding process can be vacuumed by the fan in the winding machine. Because of that this paper present the design about the effects of the use of hearing and respiratory protection equipment on the mental workload of winding operators by using the SWAT method. Based on the result of calculation there is the conclusion that there is the significant influence of the use of hearing and respiratory protection equipment on the mental workload of winding operators. Key words: Air Circulation, Hearing Protection Equipment, Mental Workload, Noise, Operator, Respiratory Protection Equipment.
PENDAHULUAN
Era persaingan bebas ditandai dengan pesatnya perkembangan dunia industri dan kemajuan teknologi di berbagai bidang. Untuk dapat mempertahankan eksistensinya dalam dunia industri, perusahaan perlu meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan produktivitas dapat dicapai jika perusahaan dapat mengelola sumber daya yang dimilikinya secara optimal.
Sumber daya perusahaan yang terdiri dari manusia, bahan, mesin/peralatan kerja, serta lingkungan kerja yang saling berintegrasi untuk mencapai tujuan dari suatu sistem kerja. Salah satu unsur dari sistem kerja yang paling memegang peran penting
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
16
adalah manusia, dimana manusia berperan untuk merencanakan sistem, merancang sistem, menjalankan sistem, mengendalikan proses dan sebagainya. Namun, dengan segala kemampuannya tersebut manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi manusia dalam melaksanakan pekerjaannya adalah lingkungan kerja. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya secara efisien, nyaman, aman, sehat dan efektif, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang baik. Hal ini menuntut kemampuan manajer untuk dapat menyesuaikan lingkungan tempat kerja dengan kondisi fisik pekerja. Lingkungan kerja yang dirancang kurang baik akan memberikan dampak, baik dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek yang dapat dirasakan pekerja dapat mempengaruhi konsentrasi bekerja serta mempercepat datangnya kelelahan. Sedangkan dampak jangka panjang akibat lingkungan kerja yang kurang baik diantaranya dapat menimbulkan berbagai penyakit dan ketidakpuasan kerja yang berakibat tidak baik bagi perusahaan berupa tingginya tingkat turn over (pergantian) karyawan. Tingginya tingkat turn over karyawan juga dialami oleh PT. Sumatex Subur yang mencapai 1.7% per bulan atau sekitar 250 karyawan per tahun [HRD. PT. Sumatex Subur, Juli 2002], terutama pada Unit Produksi Winding dan Ring Frame. Tingkat turn over karyawan yang tinggi erat kaitannya dengan ketidakpuasan karyawan dalam pekerjaannya. Ketidakpuasan karyawan dapat dipengaruhi oleh ketidakcocokan antara kemampuan karyawan dengan persyaratan kerja, kelelahan fisik dan mental yang ditimbulkan oleh pekerjaan serta lingkungan fisik kerja yang kurang baik. Lingkungan fisik kerja yang kurang baik yang ditemui di PT. Sumatex Subur yang dapat mengakibatkan kurangnya semangat dan kegairahan bekerja adalah tingkat kebisingan yang tinggi dan sirkulasi udara yang tidak baik.
Kebisingan yang tinggi di PT. Sumatex Subur disebabkan oleh proses operasi mesin-mesin pemintal benang yang terbuat dari material yang keras dan kuat. Kebisingan yang keras dan berulang-ulang, dapat menimbulkan hilang pendengaran (hearing loss) sementara. Tetapi kalau rangsangan itu berjalan terus, bisa mengakibatkan rusak pendengaran permanen, suatu kondisi yang disebut sebagai tuna rungu. Selain itu bising juga dapat menyebabkan meningkatnya tekanan darah, mempercepat denyut jantung, mengerutnya saluran darah di kulit, meningkatkan laju metabolisme, menurunkan keaktifan organ pencernaan serta meningkatkan ketegangan otot. Beberapa tindakan untuk mengatasi kebisingan diantaranya adalah menghentikan sumber bisingnya, menggunakan bahan peredam suara dan menggunakan alat pelindung telinga seperti earplugs dan earmuffs. Selain kebisingan yang tinggi, lingkungan kerja yang tidak baik yang ditemui di lantai produksi PT. Sumatex Subur adalah sirkulasi udara yang tidak baik. Sirkulasi udara yang tidak baik tersebut disebabkan karena ruangan tempat operator banyak bekerja, tidak dilengkapi dengan ventilasi udara yang baik, sehingga udara yang kotor tidak bisa langsung diganti dengan udara yang bersih. Udara dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara telah berkurang atau bercampur dangan gas, debu atau bau-bau yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kotornya udara dapat menyebabkan sesak nafas dan ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu lama, karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh, mempercepat proses kelelahan serta dapat menurunkan produktivitas kerja.
Lingkungan fisik kerja yang tidak baik otomatis akan dapat mengakibatkan kelelahan bagi pekerja, baik itu kelelahan fisik maupun kelelahan mental. Kelelahan fisik merupakan akibat dari kerja otot yang berlebihan sedangkan kelelahan mental terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh pekerja. Salah satu aspek kerja yang dapat menimbulkan stres kerja adalah lingkungan fisik seperti kebisingan dan kualitas udara. Stres kerja atau bosan kerja disebabkan oleh perasaan tidak enak, kurang bahagia, kurang istirahat dan perasaan lelah dapat
Studi Simulasi Pengaruh Panas Konduktor Terhadap Tegangan Tarik Andongan (Liliana)
1 7
mengakibatkan penurunan produktivitas kerja. Pada Unit Produksi Winding di PT. Sumatex Subur ditemui adanya lingkungan fisik kerja yang kurang baik yang dapat mempengaruhi kelelahan mental dan produktivitas kerja operator. Lingkungan fisik kerja yang kurang baik tersebut adalah tingkat kebisingan yang tinggi akibat operasi mesin pemintal benang serta sirkulasi udara yang tidak baik akibat kurangnya ventilasi untuk keluar masuknya udara. Untuk melihat seberapa besar pengaruh tingkat kebisingan yang tinggi dan sirkulasi udara yang tidak baik terhadap operator, maka dilakukan pemberian perlakuan berupa penggunaan alat pelindung pendengaran terhadap kebisingan yang tinggi dan penggunaan alat pelindung pernafasan terhadap debu benang pada jenis mesin winding yang berbeda. Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah dan spesifik, maka digunakan beberapa batasan masalah. Batasan-batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian dilakukan pada bagian produksi yang menggunakan mesin winding textool dan winding schlaforst.
2. Penelitian dilakukan untuk produksi benang 30s PE yang merupakan produk utama perusahaan dan yang selalu diproses pada kedua jenis mesin winding.
3. Penelitian dilakukan pada shift kerja pagi yaitu pukul 7.00 – 15.00 WIB.
4. Pengujian kehomogenan operator dilakukan dengan menggunakan peta kontrol untuk produktivitas kerja operator. Produktivitas kerja operator pada mesin winding textool dan winding schlaforst ini adalah output yang dihasilkan operator berdasarkan jumlah cones benang.
5. Penelitian ini lebih difokuskan pada aspek manusia serta hasil kerja dan tidak melakukan perbaikan sistem upah yang diberikan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat pelindung pendengaran dan alat pelindung pernafasan pada jenis mesin winding yang berbeda terhadap kelelahan mental operator winding textool dan winding schlaforst.
2. Untuk menentukan faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi kelelahan mental operator winding textool dan winding schlaforst.
BAHAN DAN METODE Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah hasil event scoring melalui eksperimen penggunaan earplugs, earmuffs, single use mask, half mask dan filtasafe dust mask. Kelelahan mental dapat diketahui dengan melihat beban kerja mental yang dialami oleh operator selama melakukan pekerjaan. Pengukuran kelelahan mental operator winding dilakukan dengan menggunakan metode SWAT. Adapun tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data dengan metode SWAT ini adalah tahap penyusunan dan pembuatan skala dan tahap pemberian nilai terhadap pekerjaan. Dalam penelitian ini, digunakan beberapa asumsi yaitu:
1. Operator yang dikenakan perlakuan sehat fisik dan mental serta memiliki kondisi pendengaran normal (belum pernah mengalami keluhan pada pendengarannya) dan dapat diuji dengan cara yang sederhana yaitu operator tersebut mampu mendengarkan pembicaraan normal dengan jarak sekitar 1 meter.
2. Lingkungan fisik kerja lainnya seperti pencahayaan, temperatur, kelembaban udara, bau-bauan dan getaran dalam keadaan normal.
3. Diasumsikan tidak terjadi bottleneck proses dari mesin ring frame sebelum proses di mesin winding sehingga jumlah input yang digunakan pada pengukuran produktivitas kerja adalah sama untuk seluruh operator di setiap waktu.
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
18
HASIL Pengolahan Data Hasil Kelelahan Mental dengan SWAT Pengolahan data hasil pengurutan 27 kombinasi kartu yang telah didapatkan sebelumnya dapat dilakukan dengan software SWAT yang telah dikembangkan oleh Armstrong Aerospace Medical Research Laboratory, Ohio, Amerika Serikat, sehingga diperoleh skala akhir SWAT seperti yang tertera pada tabel 1. Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring Eksperimen 3-Faktor hasil event scoring bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang dicobakan yaitu jenis mesin winding, penggunaan alat pelindung pendengaran dan alat pelindung pernafasan terhadap nilai kelelahan mental yang dirasakan oleh subjek penelitian dengan cara memberikan nilai kepada tiga deskriptor yang ada. Nilai event scoringi dari seluruh subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 2, sedangkan hasil eksperimen 3 faktor event scoring operator ditunjukkan dalam tabel 3.
Tabel 1. Skala Akhir SWAT
Tabel 2. Nilai Hasil Event Scoring
FAKTOR
Jenis Mesin (A)
Total
Winding Textool(A1)
Winding Schlaforst(A2)
Penggunaan Pelindung Pendengaran (B)
Penggunaan Pelindung Pendengaran (B)
Earplugs (B1)
Earmuffs (B2)
Tanpa Pelindung Telinga (B3)
Earplugs (B1)
Earmuffs (B2)
Tanpa Pelindung Telinga (B3)
Penggunaan Alat Pelindung Pernafasan (C)
Single Use Mask (C1)
0.0 6.1 16.2 0.0 6.1 0.0 0.0 0.0 0.0
100 60.5 100 37.5 77.0 100 100 100 77.0
22.5 45.6 16.7 16.7 6.1 11.5 11.5 16.2 21.5
0.0 0.0 0.0 11.5 22.5 45.6 11.5 39.7 22.5
62.0 32.3 62.0 13.8 37.5 100 100 100 100
22.5 21.5 21.5 22.5 22.5 22.5 60.5 100 22.5
Sub Total
28.4
752
168.3
153.3
607.6
316
2025.6
Half Mask (C2)
0.0 6.1 16.2 21.5 21.5 6.1 6.1 16.7 6.1
37.5 85.0 37.5 100 77.0 37.5 100 85.0 60.5
22.5 22.5 21.5 21.5 22.5 17.3 16.7 11.5 16.2
11.5 11.5 0.0 60.5 22.5 0.0 45.6 22.5 0.0
60.5 100 60.5 45.6 22.5 77.0 100 77.0 85.0
22.5 62.0 22.5 22.5 22.5 11.5 16.2 22.5 22.5
Sub Total
100.3
620.5
172.2
174.1
628.1
224.7
1919.4
No
Tingkat
Huruf
Skala
1
111
N
0
2
112
B
6.1
3
113
W
13.8
4
121
F
16.2
5
122
J
21.5
6
123
C
28.8
7
131
X
32.1
8
132
S
37.3
9
133
M
49.0
10
211
U
11.5
11
212
G
17.3
12
213
Z
32.3
13
221
V
16.7
14
222
Q
22.5
15
223
ZZ
37.5
16
231
K
39.7
17
232
E
45.6
18
233
R
60.5
19
311
H
51.0
20
312
P
56.8
21
313
D
71.8
22
321
Y
56.1
23
322
A
62.0
24
323
O
77.0
25
331
L
79.2
26
332
T
85.0
27
333
I
100
Studi Simulasi Pengaruh Panas Konduktor Terhadap Tegangan Tarik Andongan (Liliana)
1 9
Filtasafe Dust Mask (C3)
37.5 62.0 37.5 22.5 56.1 11.5 22.5 22.5 77.0
100 100 85.0 77.0 77.0 77.0 100 100 100
37.5 22.5 37.5 37.5 22.5 22.5 22.5 60.5 22.5
77.0 17.3 32.3 60.5 60.5 60.5 22.5 37.5 37.5
100 100 100 100 100 100 100 100 17.3
60.5 62.0 37.5 21.5 100 100 22.5 100 0.0
Sub Total
349.1
816
285.5
405.6
817.3
504
3177.5
Tanpa Masker (C4)
17.3 16.2 0.0 0.0 0.0 6.1 0.0 21.5 16.2
62.0 62.0 16.7 37.5 77.0 37.5 62.0 77.0 60.5
100 85.0 62.0 77.0 100 37.5 60.5 77.0 22.5
16.2 16.2 21.5 100 0.0 100 22.5 100 0.0
100 100 100 100 100 100 100 100 100
60.5 21.5 100 71.8 0.0 100 100 100 100
Sub Total
77.3
492.2
621.5
376.4
900
653.8
3121.2
Total
555.1
2680.2
1247.5
1109.4
2953
1698.5
10243.7
Tabel 3. ANOVA untuk Eksperimen 3-Faktor Event Scoring Operator
SK
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
FHitung
Ftabel
25% (*)
10% (**)
5% (***)
2.5% (****)
1% (*****)
Perlk
23
173544.8911
A
1
7562.6834
7562.6834
13.97*****
1.32
2.71
3.84
5.02
6.63
B
2
113953.0824
56976.5412
105.29*****
1.39
2.30
3.00
3.69
4.61
C
3
25781.4813
8593.8246
15.88*****
1.37
2.08
2.60
3.12
3.78
AB
2
563.2795
281.6397
0.52tn
1.39
2.30
3.00
3.69
4.61
AC
3
4608.7412
1536.2496
2.83***
1.37
2.08
2.60
3.12
3.78
BC
6
15443.7046
2573.95
4.76*****
1.31
1.77
2.10
2.41
2.80
ABC
6
8058.412
1343.068
2.48****
1.31
1.77
2.10
2.41
2.80
Galat
192
103895.8856
541.1244
Total
215
279867.27
Dimana: * = Nyata pada α = 25 % ** = Nyata pada α = 10 % *****= Nyata pada α = 5 % *** = Nyata pada α = 5 % **** = Nyata pada α = 5 % tn = tidak nyata
Pengujian Student-Newman-Keuls Pengujian Student-Newman-Keuls merupakan uji pembanding berganda yang digunakan untuk menguji perbedaan perlakuan yang dicobakan pada penelitian.
1. Faktor Jenis Mesin (A) pada Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring
Tabel 4 Hasil Pengujian SNK dari Faktor Jenis Mesin terhadap Hasil Event Scoring
Perbandingan antara perlakuan
Wilayah (ranges)
Nilai pembanding yang sesuai
Hasil
A2 Vs A1
1278.1
W2 = 6.2
Nyata
2. Faktor Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (B) pada Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring
Tabel 5 Hasil Pengujian SNK dari Faktor Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran terhadap Hasil Event Scoring
Perbandingan antara perlakuan
Wilayah (ranges)
Nilai pembanding yang sesuai
Hasil
B2 Vs B1
3968.7
W3 = 9.075
Nyata
B2 Vs B3
2687.2
W2 = 7.592
Nyata
B3 Vs B1
1281.5
W2 = 7.592
Nyata
3. Faktor Penggunaan Alat Pelindung Pernafasan (C) pada Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring
Tabel 6 Hasil Pengujian SNK dari Faktor Penggunaan Alat Pelindung Pernafasan terhadap Hasil Event Scoring
Perbandingan antara perlakuan
Wilayah (ranges)
Nilai pembanding yang sesuai
Hasil
C3 Vs C2
1258.1
W4 =11.489
Nyata
C3 Vs C1
1151.9
W3 = 10.476
Nyata
C3 Vs C4
56.3
W2 = 8.767
Nyata
C4 Vs C2
1201.8
W3 =10.476
Nyata
C4 Vs C1
1095.6
W2 = 8.767
Nyata
C1 Vs C2
106.2
W2 = 8.767
Nyata
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
20
PEMBAHASAN Analisis Residual Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring
Input data yang dimasukkan dalam analisis residual ini dapat dilihat pada tabel 7, dimana yang menjadi independent variable adalah jenis mesin, penggunaan alat pelindung pendengaran dan penggunaan alat pelindung pernafasan. Sedangkan yang menjadi dependent variable adalah nilai event scoring dari setiap jenis perlakuan yang diberikan pada subjek penelitian sehingga akan didapatkan output berupa nilai-nilai residual data percobaan seperti yang terlihat pada tabel 8 dan nilai statistik residualnya seperti pada tabel 9.
Setelah nilai-nilai residual didapatkan,maka dibuat plot-plot residual yaitu normal probability plot, kelayakan model regresi dan model fit tiap data seperti pada gambar 1, gambar 2 dan gambar 3.. Tabel 7. Data Input Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring untuk Menganalisis Residual
No
Jenis Mesin
Alat Pelindung Pendengaran
Alat Pelindung Pernafasan
Event Scoring
1
Winding Textool
Earplugs
Single Use Mask
28,4
2
Winding Textool
Earmuffs
Single Use Mask
752
3
Winding Textool
Tanpa Pelindung Telinga
Single Use Mask
168,3
4
Winding Schlaforst
Earplugs
Single Use Mask
153,3
5
Winding Schlaforst
Earmuffs
Single Use Mask
607,6
6
Winding Schlaforst
Tanpa Pelindung Telinga
Single Use Mask
316
7
Winding Textool
Earplugs
Half Mask
100,3
8
Winding Textool
Earmuffs
Half Mask
620,5
9
Winding Textool
Tanpa Pelindung Telinga
Half Mask
172,5
10
Winding Schlaforst
Earplugs
Half Mask
174,1
11
Winding Schlaforst
Earmuffs
Half Mask
628,1
12
Winding Schlaforst
Tanpa Pelindung Telinga
Half Mask
224,7
13
Winding Textool
Earplugs
Filtasafe Dust Mask
349,1
14
Winding Textool
Earmuffs
Filtasafe Dust Mask
816
15
Winding Textool
Tanpa Pelindung Telinga
Filtasafe Dust Mask
285,5
16
Winding Schlaforst
Earplugs
Filtasafe Dust Mask
405,6
17
Winding Schlaforst
Earmuffs
Filtasafe Dust Mask
817,3
18
Winding Schlaforst
Tanpa Pelindung Telinga
Filtasafe Dust Mask
504
19
Winding Textool
Earplugs
Tanpa Masker
77,3
20
Winding Textool
Earmuffs
Tanpa Masker
492,2
21
Winding Textool
Tanpa Pelindung Telinga
Tanpa Masker
621,5
22
Winding Schlaforst
Earplugs
Tanpa Masker
376,4
23
Winding Schlaforst
Earmuffs
Tanpa Masker
900
24
Winding Schlaforst
Tanpa Pelindung Telinga
Tanpa Masker
653,8
Tabel 8 Nilai Residual Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring -,60828,4179,918-151,5181,975752,0260,031491,969-,690168,3340,143-171,843-,534153,3286,360-133,060,968607,6366,472241,128-,524316,0446,585-130,585-,624100,3255,653-155,3531,143620,5335,766284,734-,977172,5415,878-243,378-,755174,1362,095-187,995,746628,1442,207185,893-1,195224,7522,320-297,620,071349,1331,38817,7121,624816,0411,501404,499-,827285,5491,613-206,113-,129405,6437,830-32,2301,202817,3517,942299,358-,378504,0598,055-94,055-1,32477,3407,123-329,823,020492,2487,2364,964,217621,5567,34854,152-,551376,4513,565-137,1651,230900,0593,677306,323-,080653,8673,790-19,990Case Number123456789101112131415161718192021222324Std. ResidualEventScoringPredictedValueResidual Tabel 9 Statistika Residual Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring 179,918673,790426,854122,072824-2,0232,023,0001,0002475,4196117,0606100,712814,408124167,482679,456434,879127,170324-329,823491,969,000232,289424-1,3241,975,000,93324-1,5002,153-,0151,01224-423,303584,518-8,025273,821524-1,5522,394,0011,048241,1504,1212,8751,04524,000,218,044,05124,050,179,125,04524Predicted ValueStd. Predicted ValueStandard Error ofPredicted ValueAdjusted Predicted ValueResidualStd. ResidualStud. ResidualDeleted ResidualStud. Deleted ResidualMahal. DistanceCook's DistanceCentered Leverage ValueMinimumMaximumMeanStd. DeviationN
Studi Simulasi Pengaruh Panas Konduktor Terhadap Tegangan Tarik Andongan (Liliana)
2 1
Gambar 1. Normal Probability Plot Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring
Gambar 2. Hubungan Nilai Terprediksi dengan Studentized Delete Residual-nya Eksperimen 3-Faktor Hasil Event Scoring
Gambar 3. Hubungan Variabel Event Scoring KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu untuk melihat pengaruh penggunaan alat pelindung pendengaran dan alat pelindung pernafasan terhadap kelelahan mental operator mesin winding, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis varians disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan dari jenis mesin winding, penggunaan alat pelindung pendengaran dan penggunaan alat pelindung pernafasan terhadap kelelahan mental operator mesin winding.
2. Faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi kelelahan mental operator winding textool dan winding schlaforst adalah sebagai berikut:
- Faktor jenis mesin winding sampai α = 1 %.
- Faktor penggunaan alat pelindung pendengaran sampai α = 1 %.
- Faktor penggunaan alat pelindung pernafasan sampai α = 1 %.
- Interaksi antara faktor jenis mesin dan penggunaan alat pelindung pernafasan sampai α = 5 %.
- Interaksi antara faktor penggunaan alat pelindung pendengaran dan penggunaan alat pelindung pernafasan sampai α = 1 %.
Scatterplot
Dependent Variable: Event Scoring
Regression Standardized Predicted Value
3
2
1
0
-1
-2
-3
Regression Studentized Deleted (Press) Residual
3
2
1
0
-1
-2
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Event Scoring
Observed Cum Prob
1,0
,8
,5
,3
0,0
Expected Cum Prob
1,0
,8
,5
,3
0,0
2
14
23
17
8
5
11
21
13
20
24
16
18
6
4
22
1
7
3
10
15
9
12
19
Scatterplot
Dependent Variable: Event Scoring
1000
800
600
400
200
0
Regression Standardized Predicted Value
3
2
1
0
-1
-2
-3
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Event Scoring
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
22
- Interaksi antara faktor jenis mesin, penggunaan dan penggunaan alat pelindung pernafasan sampai α = 2.5 %.
3. Hasil pengujian berdasarkan metode Student-Newman-Keuls, juga membuktikan bahwa seluruh perlakuan yang berpengaruh signifikan terhadap kelelahan mental kerja operator mesin winding berbeda secara nyata.
4. Residual (galat) eksperimen timbul secara acak, menyebar secara bebas dan normal dengan nilai tengah sama dengan nol, atau memenuhi asumsi N(0,2).
SARAN
1. Perlu dilakukan pengujian audiometri dan pemeriksaan fungsi paru bagi seluruh operator untuk memastikan bahwa operator benar-benar berpendengaran normal dan fungsi paru-parunya baik.
2. Untuk keselamatan jangka panjang, disarankan pada operator winding textool untuk menggunakan earplugs dan single use mask sedangkan pada operator winding schlaforst disarankan untuk menggunakan earplugs dan half mask karena berdasarkan hasil rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat bahwa alat pelindung pendengaran dan alat pelindung pernafasan jenis itulah yang dapat menurunkan kelelahan mental operator.
3. Penelitian yang sama dapat dilakukan untuk jenis pekerjaan yang banyak menggunakan pikiran daripada otot, yaitu pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi dan mempunyai kelelahan mental yang cukup tinggi.
4. Penelitian lebih lanjut yang dapat dilakukan untuk perancangan alat pelindung pendengaran dan alat pelindung pernafasan pada operator dengan memperhatikan konsep perancangan alat yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Eri Wirdianto,ST, MSc, Bapak Desto Jumeno, ST, PGDipl atas masukan-masukannya, rekan-rekan di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi, pimpinan Fakultas Sains dan Teknologi atas kesediaannya memuat tulisan ini dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. DAFTAR PUSTAKA Ballantyne, B., & Schwabe, P. (1981). Respiratory Protection Principles and Application. New York: Year Book Medical Publishers, Inc. Bakke, B. dkk. (2001). Dust and Gas Exposure in Tunnel Construction Work. Volume 62. New York: University of Nottingham. Barnes, R.M. (1980). Motion and Time Study Design and Measurement of Work. 7th Edition. New York: John Wiley & Sons.
Berggren, P. (tgl access: 13 maret 2003). Situation Awareness, Mental and Pilot Performance-Relationships and Conceptual Aspects. http://www.degree~1.htm. Besterfield, D.H. (1994). Quality Control. 4th Edition. New York: Prentice Hall International. Inc. Butterworths. (1981). Occupational Health Practice. 2nd Edition. London. Cormick, E.J.Mc. & Sanders, M.S. (1993). Human Factors in Engineering and Design. 7th Edition. Singapore: Mc. Graw Hill, Inc. Cheremisinoff, P.N. (1993). Industrial Noise Control. New York: Prentice Hall. Gaspersz, V. (1994). Metoda Perancangan Percobaan. Edisi Kedua. Bandung: Armico. Hicks, C.R. (1993). Fundamental Concept in The Design of Experiment. 4th Edition. New York: Saunder College Publising. Pulat, B.M. (1996). Fundamental of Industrial Ergonomics. Illinois: Waveland Press. Inc.
Studi Simulasi Pengaruh Panas Konduktor Terhadap Tegangan Tarik Andongan (Liliana)
2 3
Reid, G.B., dkk. (1989). Subjective Workload Assesment Technique (SWAT): A User’s Guide. Harry G. Amstrong Aerospace emdical Research Lab. Ohio: Wright-Patterson Air Force Abse. Sutalaksana, I.Z. dkk. (1979). Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik Industri. Warren, R.H. & Reinhold, V.N. (1989). Motivation and Productivity In The Construction Industry. New York. Wickens, C.D. (1992). Engineering Psychology and Human Performance. New York. Wilson, J.R. & Corlett, E.N. (1999). Evaluation of Human Work. 2nd Edition. Taylor & Francis. New York.
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
24
STUDI SIMULASI PENGARUH PANAS KONDUKTOR TERHADAP TEGANGAN TARIK ANDONGAN PADA JARINGAN TRANSMISI Liliana Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Suska Riau ABSTRAK Akibat adanya perubahan temperatur pada suatu konduktor atau penghantar saluran transmisi, hal tersebut dapat mempengaruhi tegangan tarik dan andongannya. Kenaikan temperatur pada suatu jaringan transmisi menyebabkan andongan yang terjadi semakin besar. Andongan yang terlalu besar dapat mengakibatkan jarak aman saluran terhadap objek lain disekitar saluran tersebut menjadi berkurang disamping itu juga dapat mengakibatkan makin meningkatnnya drop tegangan maupun rugi-rugi daya pada saluran. Pada saat temperatur minimum, tegangan tarik akan maksimum untuk itu perlu dijaga batas tegangan tarik maksimum agar tidak mengakibatkan kerusakan mekanis pada saluran itu sendiri. Dengan demikian untuk penyelesaian masalah di atas diperlukan metoda yang tepat dan akurat dengan ketelitian yang tinggi agar dapat menentukan batas tegangan tarik dan andongan pada saluran transmisi, dimana disini digunakan “ Metoda Persamaan Garis Rantai “ serta penggunaan program komputer untuk pembuktian masalah tersebut. Kata kunci : Andongan, Metoda Persamaan Garis Rantai, Tegangan Tarik. ABSTRACT Because of change temperature due to conductor transmission line can influences its tension and sag. Temperature rise to transmission lines causes the sag is larger. Over sag results ground cleareance at lines decreases beside that drop voltage and power loss are increase. At minimum temperature, tension will maximum is necessary to kept maximum tension limits for mecanical damaged aren’t became at lines it self. For solution this problem is needed effective and accurate methode with high carefulness where be able to establishes tension and sag limits at transmission lines, the formulae are obtained “Cartenarry Methode” and using computer program to verification this problem. Key words : Cartenarry Methode, Sag , Tension.
PENDAHULUAN
Didalam saluran transmisi persoalan tegangan sangat penting, tingkat tegangan yang lebih tinggi, selain untuk memperbesar daya hantar dari saluran yang berbanding lurus dengan kuadrat tegangan, juga memperkecil rugi-rugi daya dan jatuh tegangan pada saluran.Rugi-rugi daya pada saluran dapat disebabkan panas konduktor yang berlebihan yang akan mempengaruhi andongan dan juga kekuatan tegangan tarik kawat penghantar tersebut selain itu tegangan tarik andongan yang melewati batas yang diizinkan dapat mengakibatkan kerusakan mekanis pada konduktor itu sendiri. Untuk itu diperlukan suatu metode atau formula yang tepat untuk perhitungan tegangan tarik andongan akibat pemanasan konduktor. Metode yang digunakan tersebut ialah metode persamaan garis rantai untuk mendapatkan batas tegangan tarik dan toleransi andongan. Tegangan Tarik dan Andongan
Jika sebuah kawat dibentang antara
Studi Simulasi Pengaruh Panas Konduktor Terhadap Tegangan Tarik Andongan (Liliana)
2 5
dua titik ikat AB,kawat itu tidak akan mengikuti garis lurus AB, akan tetapi karena beratnya sendiri akan melengkung ke bawah.Besar lengkungan ini tergantung dari berat dan panjang kawat. Berat kawat akan menimbulkan tegangan tarik P (kg/mm2) pada penampang kawat. Kalau tegangan tarik kawat ini besar dapat menyebabkan kawat putus atau dapat merusak tiang pengikat kawat itu. Teganngan tarik tergantung dari berat kawat dan beban-beban yang lain yang bekerja pada kawat (angin, es, dan temperatur kawat). Menurut hukum Stokes, karena adanya tegangan tarik ini kawat akan bertambah panjang, tergantung dari modulus elastisitas kawat E, dan panjang kawat itu sendiri. Selain karena tegangan tarik perubahan panjang kawat juga disebabkan oleh perubahan suhu konduktor ini besarnya tergantung koefisien pemuaian linear kawat, perubahan panjang kawat karena perubahan suhu konduktor ini besarnya tergantung pada koefisien pemuaian linear kawat, perubahan temperatur dan panjang kawat itu sendiri. Perubahan suhu konduktor selain mengakibatkan perubahan panjang kawat juga mengakibatkan perubahan tegangan tarik kawat. Bila kawat menyusut, maka tegangan tariknya akan membesar. Demikian pula sebaliknya bila kawat memuai maka tegangan tariknya akan mengecil. Dalam perhitungan tegangan tarik dan andongan kita harus memperhitungkan kurva kelengkungan kawat, pengaruh angin, dan perubahan temperatur.
Gambar 1. Rentangan garis rantai Perhitungan Mekanis untuk Kawat pada Titik Ikat yang Sama Tinggi 1. Perhitungan pada Kondisi pemasangan Setelah diketahui besarnya komponen mendatar dari tegangan tarik kawat (Po) maka perhitungan dimulai dengan mencari besarnya andongan dari span tersebut yang dapat ditentukan besarnya : )1....(...............................8.2OPagf dimana : g = Berat kawat persatuan panjang tanpa pengaruh angin (kg/m) Po= Kompenen mendatar dari tegangan tarik kawat (kg/mm2) a = jarak rentangan antar menara (m) f = andongan kawayt (m) Berdasarkan harga andongan ini dicari besarnya tegangan pada titik ikat )2.........(.....................fgPoPB dimana : PB = Tegangan pada titik ikat (kgmm2) Untuk kondisi gawang rata, maka besar tegangan tarik pada kedua titik ikat adalah sama. Besarnya tegangan di atas adalah tegangan yang harus diberikan pada waktu pemasangan kawat, pengukuran besarnya tegangan tarik kawat dapat dilakukan dengan dinamometer.
Y
X
W
B
D
P0
f
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
26
Setelah besaran-besaran di atas diketahui kemudian dicari panjang kawat yang diperlukan : )3.....(........................................382afal dimana : l = panjang kawat saat pemasangan (m) Harga panjang kawat pada persamaan 3 adalah panjang kawat dalam keadaan direntang pada menara transmisi. Artinya panjang kawat di atas adalah panjang kawat setelah mengalami perpanjangan akibat tegangan tarik yang dikenakan pada kawat yang dipergunakan pada pemasangan saluran transmisi adalah kawat konduktor yang baru. Sehingga kawat-kawat sebelumnya belum pernah mendapat tegangan tarik, maka harga tegangan awal dari kawat adalah nol, maka perubahan panjang kawat adalah nol. Jadi perubahan panjang kawat akibat tegangan pemasangan adalah : )4....(........................................lEPol dimana : l= perubahan panjang kawat (m) Pada rumus di atas terjadi sedikit pengabaian dengan menganggap perubahan panjang berdasarkan pada panjang setelah diregang, sehingga berdasarkan kedua persamaan di atas, panjang kawat sebelum dipasang adalah : )5.....(........................................llla dimana : la = panjang kawat awal (m) Harga panjang kawat pada persamaan di atas adalah panjang kawat yang harus disediakan untuk rentangan ini. Harga la ini perlu diketahui untuk menentukan panjang kawat yang harus disediakan juga diperlukan untuk biaya investasi transmisi. 2. Perhitungan pada Kondisi Suhu Paling Dingin
Untuk kondisi ini yang dicari pertama adalah besarnya komponen mendatar pada kondisi dari tegangan tarik kawat pada kondisi ini. Untuk kondisi awal dari persamaan tersebut digunakan besaran pada suhu suhu pemasangan. Hal ini dikarenakan pada kondisi pemasangan besaran-besaran kawat konduktor telah ditentukan terlebih dahulu. Untuk perhitungan pada suhu paling dingin ini, kawat yang digunakan adalah berat kawat persatuan panjang setelah pengaruh angin diperhitungkan. Komponen tegangan mendatar pada kondisi suhu yang paling dingin adalah Pe. )6..(..............................BPPAee Dengan harga-harga A dan B adalah : 24..2agEAe )(.24..22aeattEPoPoagEB dimana : E = modulus elastisitas kawat  = koefisien muai panjang kawat Seperti telah diuraikan sebelumnya berat kawat persatuan panjang pada kondisi pemasangan adalah berat kawat tanpa pengaruh angin. Karena kondisi awal yang digunakan adalah kondisi pemasangan, maka ga = g. Sedangkan pada kondisi suhu yang paling dingin, berat kawat yang digunakan adalah pada saat dipengaruhi angin. Sehingga ge = g1. Adapun besarnya g1 adalah merupakan resultan dari berat kawat persatuan panjang dengan gaya akibat pengaruh angin persatuan panjang. Dengan demikian besar g1 adalah : )7....(..........).22dgge dimana : ge= berat kawat persatuan panjang tanpa pengaruh angin (kg/m) g= berat kawat persatuanpanjang, berdasarkan data yang dikeluarkan pabrik ditambah dengan berat bahan pelindung korosi (kg/m)  = berat beban angin persatuan panjang setelah dikonversikan dari bentuk kecepatan angin menjadi berat (kg/m)
Studi Simulasi Pengaruh Panas Konduktor Terhadap Tegangan Tarik Andongan (Liliana)
2 7
d = diameter kawat (mm2) Jadi besarnya andongan pada saat kondisi tersebut adalah : )8.........(...............................2.2eeePagf dimana : fe = andongan maksimum (m) Pe= Tegangan tarik minimum kawat (kg/mm2) Besarnya tegangan pada titik ikat adalah : )9.......(...............................fgPPeeBe dimana : PBe = tegangan pada titik ikat minimum (kg/mm2) Besarnya panjang kurva kawat maksimum adalah : )10(........................................382afalee dimana : le = panjang kurva kawat maksimum (m) Setelah diketahui besarnya tegangan ikat pada titik ikat dari masing-masing kawat pada suatu menara, dicari resultan gaya dari kawat-kawat tersebut. Resultan yang diperlukan terutama disini adalah resultan gaya vertikalnya. Dimana besar beban vertikal ini diperlukan untuk menentukan jenis menara. Adapun besar gaya vertikal untuk sisi kawat : )11......(..............................2eBVPPP dimana : PV = Resultan gaya vertikal (kg/mm2) 3. Perhitungan pada Kondisi Suhu Paling Panas Perhitungan pada kondisi suhu paling panas terutama diperlukan untuk mentukan tinggi menara yang diperlukan pada suatu titik tumpu. Hal tersebut dikarenakan pada kondisi suhu paling panas ini andongan kawat konduktor yang terjadi adalah paling besar. Sehingga bila jarak bebas pada suhu paling panas ini memenuhi jarak bebas minimum, maka pada kondisi lain jarak bebas ini juga akan terpenuhi.
Analog dengan perhitungan pada kondisi suhu paling dingin, yang pertama dilakukan mencari besar komponen tegangan mendatar dari kawat konduktor. Pada kondisi awal digunakan suhu pemasangan ,untuk langkah selanjutnya analog dengan suhu paling dingin. Rugi-Rugi Daya Transmisi Rugi-rugi daya utama pada saluran transmisi adalah rugi-rugi tahanan penghantar, tahanan dari suatu konduktor (kawat penghantar) diberikan oleh : )12.....(........................................qlReeeDengan berubahnya temperatur maka resistivitas kawat dapat ditentukan sebesar : )13..(...............................1,2281,228aaeettUntuk menentukan besarnya perubahan susut atau tegangan jatuh maka dapat digunakan persamaan : )17......(.........................................)16..(..............................cos.3)15......(........................................cos)14....(..........sincos(.3eSLLseslXXVPISPXRIV Sehingga persen tegangan jatuh dapat ditentukan sebesar : )18.(....................%.........100%xVVVLL Besarnya rugi-rugi daya yang terdapat pada saluran transmisi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : )19.(........................................32esRIP Sehingga persen rugi-rugi daya didapatkan : )20.(....................%.........100%xPPP dimana : e = resistivitas kawat () le = panjang kawat (cm) q = luas penampang kawat (mm2) V = Besarnya tegangan jatuh (%) Re = tahanan kawat ()
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
28
Cos  = faktor daya saluran P = Daya aktif (watt) S = Daya Semu (VA) Is = arus saluran () X = reaxtansi saluran () VLL = tegangan saluran (V) P = rugi-rugi tegangan (watt) %P = persen rugi-rugi daya (%) BAHAN DAN METODE Untuk menghitung pengaruh panas konduktor terhadap perubahan tegangan tarik dan andongan pada jaringan transmisi 15o kV digunakan metode persamaan Garis Rantai. Metode ini dalam perhitungannnya mengambil beberapa pendekatan, diantaranya :
1 Dengan menganganggap kawat sebaga garis rantai yang eksak, hingga dinamakan rentang satuan (unit span) maka ketelitian analisanya lebih tinggi.
2 Metoda ini ketelitiannya sangat bergantung kepada angka sifat bahan seperti angka muai,.modul elastisitas kawat, dan berat kawat itu sendiri
3 Akibat adanya pengaruh temperatur pada kawat, untuk ,mempermudah analisa menghitung tegangan tarik minimum digunakan metoda Newton. Dimana metoda ini mengandung ketelitian untuk mendapatkan pendekatan harga tegangan tarik minimum dengan proses iterasi.
Adapun kelebihan metoda ini, untuk rentang gawang yang lebih panjang ketelitiannya lebih akurat dalam menentukan batas tegangan tarik serta andongannya. Data-data saluran yang diperlukan adalah data-data saluran udara tegangan tinggi (SUUT)) transmisi 150 kV (diperoleh dari PLN Jurusan Maninjau-Padang Luar), dapat dilihat sebagai berikut :
No
Besaran/Parameter
Nilai
1 2 3 4 5 6 7
Jenis penghantar Diameter nominal (d) Luas penampang (q) Berat Kawat (gn) Koef.muai panjang () Teg. tarik awal (Pa) Modul Elastisitas (E)
ACSR 240/40 m 21,9 mm 22,5 mm2 0,99 kg/m 19 x 10-6/0C 24000 kg 8360 kg/mm2
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jarak Gawang min. (a) Jarak Gawang Mak. (a) Tekanan angin (T) Temperatur awal (ta) Daya semu (S) Daya aktif (P) Reaktansi Saluran (X) Tegangan Saluran (VLL) Resistivitas awal (a)
141 m 594 m 40 kg/m 100C 86 MVA 68 MW 4,08. 10-4 /km 150 kV 2,714x10-6 cm
Untuk analisa yang pertama pada saluran transmisi jurusan Maninjau -GI Padang Luar penulisw mengambil dta saluran dengan panjang gawang yang terpendek. Ini dilakukan untuk peninjauan lebih lanjut apakah dengan jarak terpendek tersebut tegangan tarik maksimumnya pada temperatur maksimum sudah berada pada range yang telah ditetapkan, dimana tegangan tarik maksimum yang diizinkan untuk suatu konduktor besarnya menurut standar PLN adalah 1/2.,25 kali tegangan patah (Breaking Load)nya. Sedangkan untuk analisa kedua penulis mengambil data dengan panjang gawang maksimum. Pengambilan data ini dimaksudkan untuk menganalisa apakah andongan yang terjadi pada rentang tersebut sudah berada pada batas aman yang telah ditetapkan PLN, dimana jarak aman (ground clearance) antara kawat phasa dengan tanah berkisar 7 sampai 8 meter. Jika kedua keadaan diatas dipenuhi maka dapat dikatakan saluran transmisi 150 kV maninja -Padang Luar sudah aman terhadap lingkungan maupun terhadap konstruksi mekanis saluran tersebut tetapi jika kedua keadan atau salah satu keadaan tersebut tidak memenuhi standarisasi di atas maka penulis kan menganalisa panjang gawang yang seharusnya diterapkan pada saluran tersebut. HASIL Dari hasil perhitungan didapatkan P0 = 8,4956 kg/mm2 g = 0.0035 kg/m.mm2 ge = 0.0047 kg/m.mm2 cos  = 0,7907 Is = 331,0142 A
Studi Simulasi Pengaruh Panas Konduktor Terhadap Tegangan Tarik Andongan (Liliana)
2 9
a. Rentang Gawang Terpendek (a=141 m) - Pada saat kondisi pemasangan : f = 1,0251 m PB = 8,4992kg/mm2 l = 141,0199 m l = 0,1433 m la = 140,8766 m - Pengaruh temperatur dan angin :
Parameter
te =200C
te =300C
te =400C
Pe (kg/mm2) fe (m) PB (kg/mm2) le (m) e (-cm) Re () X () V (kV) %V(%) P (kW) %P (%)
6,7059 1,7306 6,7140 141,0566 2,828.10-6 0,002011 0,0576 0,02111 0,01407 0,6613 0,000972
5,7757 2,0094 5,7851 141,076 0 0,0021 0,0576 0,02115 0,0141 0,6881 0,00101
5,0169 2,3133 5,0277 141,101 0 0,0022 0.1576 0.02119 0,01412 0,7150 0,00105
b. Rentang Gawang Terpanjang (a=594 m) - Pada saat kondisi pemasangan : f = 18,1931 m PB = 8,5593kg/mm2 l = 595,4859 m l = 0,6051 m la = 594,8808 m - Pengaruh temperatur dan angin :
Parameter
te =200C
te =300C
te =400C
Pe (kg/mm2) fe (m) PB (kg/mm2) le (m) e (-cm) Re () X () V (kV) %V(%) P (kW) %P (%)
6,4176 32,0941 6,5675 598,6242 2,828.10-6 0,03623 0,2442 0,1021 0,0681 11,9098 0,01751
6,2932 32,7288 6,4460 598,808 0 0,0377 0,2443 0,10285 0,0685 12,3974 0,01823
6,1752 33,3542 6,3309 598,994 0 0,0392 0,2444 0,10355 0,0690 12,8858 0,01895
PEMBAHASAN Dari dua keadaan di atas dapat dilihat untuk rentangan yang terpendek a =141 m, andongan maksimumnya sebesar 2,3135 m dan tegangan tarik minimum pada suhu maksimum sebesar 6,70552 kg/mm2 telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan PLN. Sedangkan untuk rentangan yang terpanjang a = 594 m andongan maksimumnya 33,354 m dan tegangan tarik minimum pada suhu maksimum sebesar 6,417 kg/mm2. Untuk keadaan ini dapat dilihat andongan yang terjadi sangat besar, menurut ketentuan jarak aman antara tanah dengan kawat phasa berkisar 7 -8 m sedangkan berdasarkan data penelitian kawat phasa minimum dia atas permukaan tanah sebesar 24 m. Untuk itu perlu dilakukan set ulang untuk rentangan terpanjang ini. Setelah dilakukan analisa kembali didapatkan rentangan yang memenuhi sebesar a =430 m. - Pada saat kondisi pemasangan : f = 9,5339 m PB = 8,5290kg/mm2 l = 430,5637 m l = 0,4375 m la = 5430,1261 m - Pengaruh temperatur dan angin :
Parameter
te =200C
te =300C
te =400C
Pe (kg/mm2) fe (m) PB (kg/mm2) le (m) e (-cm) Re () X () V (kV) %V(%) P (kW) %P (%)
6,4512 16,7310 6,5293 431,7360 2,828.10-6 0,01884 0,1761 0,07037 0,0469 6,1949 0,00911
6,2309 17,3227 6,3118 431,860 0 0,0196 0,1762 0,0707 0,0471 6,4483 0,00948
6,0291 17,9025 6,1127 431,987 0 0,0204 0,1763 0,07110 0,0474 6,7020 0,00985
Dapat dilihat dari tabel setelah dilakukan set ulang untuk gawang terpanjang andongan maksimum yang terjadi pada suhu maksimum
Vol. 2, No. 1, 2004 : 24-30 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
30
didapatkan 17,9025 m, ini berarti hasil tersebut telah memenuhi standarisasi jarak aman antara kawat dengan tanah yang secara langsung dapat mengurangi terjadinya rugi-rugi daya yang cukup besar pada jaringan. KESIMPULAN Berdasarkan data-data saluran transmisi 150 kV Maninjau -Padang Luar, setelah dilakukan analisa dan perhitungan maka penulis dapat menyimpulkan :
1. Akibat adanya kenaikan temperatur maka konduktor akan mengalami pemuaian sehingga mengakibatkan konduktor tersebut akan bertambah panjang. Dengan demikian andongan yang terjadi pada konduktor akan semakin besar.
2. Semakin besarnya pertambahan panjang konduktor pada saluran transmisi mengakibatkan meningkatnya resistivitas konduktor itu sendiri sehingga tahanan konduktor atau kawat saluran tersebut akan mengalami kenaikan yang secara langsung dapat berdampak terhadap peningkatan rugi-ugi tegangan maupun rugi-rugi dayanya.
3. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan PLN jarak aman antara kawat phasa konduktor terhadap tanah berkisar 7-8 m. Sedangkan tegangan tarik maksimum yang diizinkan pada kawat sebesar 1/ 2,25 kali tegangan tarik patah (breaking load)nya.
4. Dari hasil perhitungan untuk rentang gawang yang terpendek (a=141 m) didapatkan andongan kawat maksimum pada suhu 400C sebesar 2,3131 m dan tegangan tarik minimumnya pada suhu 200C sebesar 5,0169 kg/mm2. Sedangkan unutuk rentang gawang terpanjang (a=594) andongan kawat maksimum 33,3542 m dan tegangan tarik minimumnya sebesar 6,4176 kg/mm2. Dari kedua keadaan di atas untuk rentang gawang yang terpanjang tidak memenuhi syarat aman transmisi, dimana andongan yang terjadi terlalu besar, sedangkan tinggi phasa minimum 24 m sehingga jarak aman kawat phasa
dengan tanah berkurang. Untuk itu perlu dilakukan set ulang. Dimana dari hasil perhitungan rentang gawang yang terpanjang yang memenuhi untuk jenis kawat ACSR 240/40 mm2 ini sebesar 430 m.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis sampaikan kepada PLN Sumatera Barat yang telah meberikan data-data yang diperlukan, rekan-rekan beserta pimpinan FST atas saran dan dukungan untk terbitnya tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA
1. Alex P;”Calculatin of Changes caused bya Conductor Heating with Consideration of insulator String Deviation in Transmission Line Section’,IEEE Transaction, Vol.13, N.4, Haiva, 2001
2. Arismunandar,A, Kurawa, S;”Teknik Tenaga Listrik’T Pradya Paramitan, Jilid II, Jakarta 1999
3. Aslimeri,’Transmisi Tenaga Listrik”,Pengadaan buku ajar UNP, 1999
4. Hutauruk, T.S; “Transmisi Daya Listrik’,Erlangga, 2000
5. Turangonen;,”Electric Power Transmision System Engineering” California State University, Sacramento, California, 1988.
6. Turangonen;”Modern Power System Analisis’,California State University, Sacramento, California, 1999

Vol. 2, No. 1, 2004 : 1-5 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar